MELURUSKAN KESALAH-PAHAMAN KONSEP BID'AH
(Bagian ke Dua)
Sedangkan pandangan yang kedua ditawarkan oleh kalangan
ulama ahlu al-sunnah wa
al-jama'ah. Al-Imam Al-Nawawi menyatakan:
. 
“Sabda Nabi SAW, “semua bid’ah adalah sesat”, ini adalah
kata-kata umum yang
dibatasi jangkauannya. Maksud “semua bid’ah itu sesat”,
adalah sebagian besar
bid’ah itu sesat, bukan seluruhnya.” (Syarh Shahih Muslim,
6/154).
Menfungsikan lafadz كل sebagai lafadz ‘amm yang bukan
makhshush, akan
menjadikan ruang gerak kaum muslimin sangat sempit dan akan
selalu berhadapan
dengan kesulitan yang cukup luar biasa. Padahal, sifat
dasar dari agama ini adalah
yusrun dan rahmatan li al-alamin. Pikiran kritis ini harus
dimajukan karena memang
memungkinkan untuk menganggap lafadz كل yang termasuk dalam
kategori lafadz
’amm sebagai 'amm yang makhshush. Realitas semacam ini
sangat banyak kita
temukan di dalam al-qur’an, diantaranya :
Ayat di atas menceritakan tentang perilaku nabi Hidlir yang
merusak perahu yang
ditumpanginya dan kemudian diprotes oleh nabi Musa. Nabi
Hidlir memberikan
penjelasan bahwa beliau melakukan hal itu lebih disebabkan
karena ada raja yang
selalu mengambil perahu secara paksa.
Kalau seandainya lafadz كل yang ada di dalam ayat di atas
diartikan sesuai dengan
kedudukannya sebagai lafadz ‘amm - sehingga meliputi
seluruh perahu- , baik yang
bagus maupun yang jelek, maka tindakan yang dilakukan oleh
nabi Hidlir adalah
merupakan tindakan yang sia-sia, karena meskipun perahunya
dirusak, maka raja
yang ada di belakangnya tetap akan merampas. Logika ini
pada akhirnya
mengantarkan kita bahwa yang dimaksud dengan lafadz كل
dalam ayat di atas adalah
makhshush. Dan masih banyak contoh-contoh yang lain untuk lafadz
‘amm yang
makhshush.
Menjadikan klasifikasi bid’ah menjadi dua yaitu sayyi’ah
dan hasanah juga didukung
oleh hadits-hadits yang lain, diantaranya :
Kelompok yang menentang terhadap pembagian bid’ah menjadi
hasanah dan sayyi’ah
masih beranggapan bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad di atas tidak
dapat dijadikan sebagai dasar untuk klasifikasi bid’ah
menjadi sayyi’ah dan hasanah,
karena lafadz yang digunakan oleh hadits adalah من سن bukan
من ابتدع dan lafadz سن
tidak dapat diterjemahkan dengan lafadz . ابتدع
pertanyaan selanjutnya yang perlu kita majukan adalah
apakah memang demikian ?
Ada beberapa penjelasan dan pandangan ulama yang perlu
diperhatikan dalam
menyelesaikan masalah ini diantaranya :
Hadits di atas yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan
diberi syarah oleh Imam
Nawawi menegaskan secara kongrit bahwa lafadz سن sangat
memungkinkan untuk
diterjemahkan dengan lafadz ابتدع dan terjemahan yang benar
memang demikian,
sehingga tidak ada alasan untuk menolak hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad
di atas sebagai dasar bahwa klasifikasi bid’ah memang ada
dua; yaitu sayyi’ah dan
hasanah.
Hadits lain yang patut dipertimbangkan bahwa klasifikasi bid’ah
ada dua; yaitu
sayyi’ah dan hasanah adalah :
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudziy yang
menurut Abu Isa di
dalam kitab Tuhfat al-Ahwadziy juz : 6 / 476 berkwalitas
hasan, secara jelas kita lihat
bahwa lafadz بدعة oleh nabi tidak diucapkan secara mutlak,
akan tetapi diucapkan
dengan menggunakan qayyid. Hal ini bisa disimpulkan bahwa
bid’ah memang ada
dua; bid’ah yang dlalalah dan bid’ah yang tidak dlalalah
atau dalam bahasa yang
umum bid’ah sayyi’ah dan bid’ah hasanah.
Karena adanya dalil tentang masalah ini yang menyebutkan
bid’ah secara muqayyad,
maka memungkinkan untuk membawa dalil yang menyebutkan bid’ah
secara mutlaksebagaimana
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di atas- untuk
dibawa dan
ditafsiri dengan dalil yang menyebutkan bid’ah secara
muqayyad. Metode semacam
ini dalam istilah ushul fiqh terkenal dengan sebutan “hamlu
al-mutlaq ‘ala almuqayyad”
Karena analisis di atas, maka tidak heran apabila jumhur
al-ulama
membagi bid’ah menjadi dua; yaitu bid’ah sayyi’ah dan bid’ah
hasanah.
Memperhatikan data, argumentasi dan realitas yang terjadi,
pembagian bid'ah
merupakan sebuah keniscayaan. Apabila ini tidak dilakukan,
maka kelompok
manapun akan sulit mencari benang merah terhadap kreasi
al-thariqah fi al-din yang
dilakukan oleh para sahabat dan generasi berikutnya. Karena
demikian, maka pada
akhirnya semua melakukan pembagian bid'ah meskipun dengan
nama yang berbeda,
akan tetapi substansinya sama.
Banyak pembagian bid'ah yang ditawarkan oleh ulama dari
berbagai madzhab yang
kesimpulannya adalah :
1) bid'ah dibagi menjadi dua, yaitu :
a. bid'ah syar'iyah, yaitu bid'ah yang tidak memiliki
landasan dan dalil dalam agama.
Hal ini berarti menambahi syari'at agama. Tidak diragukan
lagi bahwa hal ini dilarang
(manhaj al-salaf :338, Ilmu ushul al-bida' : 95)
b. bid'ah lughawiyah, yaitu sebuah perbuatan yang secara
bahasa disebut bid'ah, akan
tetapi substansinya memiliki landasan dan dalil di dalam
agama.
2) bid'ah dibagi menjadi dua, yaitu :
a. bid'ah diniyah, yaitu bid'ah yang berkaitan dengan
permasalahan agama.
b. bid'ah dunyawiyah, yaitu bid'ah yang berkaitan dengan
masalah dunia (bukan
agama)
3) bid'ah dibagi menjadi dua, yaitu :
a. bid'ah haqiqiyah, yaitu bid'ah yang tidak didukung oleh
dalil.
b. bid'ah idlafiyah, yaitu bid'ah yang memiliki dua sisi;
satu sisi ia didukung oleh
dalil, akan tetapi dari sisi yang lain tidak didukung oleh
dalil.
4) bid'ah dibagi menjadi dua, yaitu :
a. bid'ah hasanah
b. bid'ah sayyi'ah
Pembagian bid'ah dari yang pertama sampai yang ketiga
kurang biasa kita b dengar
karena pembagian ini memang sering kali ditawarkan oleh
kelompok wahabi dan
yang semadzhab. Sedangkan pembagian yang keempat adalah
pembagian yang cukup
familiar di telinga kita karena memang ditawarkan oleh
jumhur ulama yang menjadi
panutan kita.
Tentang pembagian ini ada kesimpulan menarik yang
ditawarkan oleh Sayyid
Muhammad bin Alwi al-Maliki yang berbunyi :
.
"karena itu, sesungguhnya pembagian bid'ah pada bid'ah
hasanah dan sayyi'ah dalam
konsep kita tidak lain kecuali diarahkan untuk bid'ah
lughawiyah yang hanya sematamata
kreasi baru (yang tidak bnertentangan dengan al-qur'an dan
al-hadits). Kita
semua tidak ragu bahwa bid'ah dalam arti syar'iy tidak ada
kemungkinan lain kecuali
sesat, fitnah, tercecela dan tertolak.
Seandainya mereka yang ingkar memahami hal ini, maka akan
tampak bagi mereka
bahwa ruang dan kesempatan untuk bersatu menjadi dekat dan
terbuka dan peluang
untuk perselisihan menjadi jauh"… (nambah komentar
dalam rangka mendekatkan
diantara pemahaman yang berkembang) saya berpandangan bahwa
kelompok yang
mengingkari pembagian bid'ah hanyalah hanyalah dalam
konteks pembagian bid'ah
syar'iyah dengan bukti mereka terpaksa membagi bid'ah
menjadi diniyah dan
dunyawiyah.
Kelompok yang membagi bid'ah menjadi hasanah dan sayyi'ah
tidak lain diarahkan
untuk bid'ah lughawiyah karena mereka berpandangan bahwa
menambah agama dan
syariat merupakan kesesatan dan kejelekan yang besar. Karena
demikian tidak
diragukan lagi bahwa perbedaan pendapat yang terjadi hanya
pada permasalahan
kulit, bukan substansi"
Sumber : http://www.aswaja-nu.com
Thanks for reading: MELURUSKAN KESALAH-PAHAMAN KONSEP BID'AH

0 komentar