Roby Muhamad (Columbia University)
Krisis ekonomi yang melanda dunia saat ini dimulai dari runtuhnya sistem
keuangan di negara yang paling maju baik dalam hal sistem ekonomi, ilmu
pengetahuan, dan teknologi yaitu Amerika Serikat. Oleh karena itu wajar
jika bertanya mengapa tim ekonomi pemerintah maupun non-pemerintah di
Amerika gagal memprediksi krisis ini?
Memprediksi sistem ekonomi sebuah negara secara keseluruhan dan akurat
memang pekerjaan tak mudah, atau sama sekali tidak mungkin. Meskipun
demikian, kegagalan para ekonom negara-negara maju memprediksi krisis
ekonomi sekarang ini bisa ditelusuri ke dua jenis model ekonomi yang
umum dipakai sebagai acuan pengambilan kebijakan ekonomi di hampir semua
negara, termasuk Indonesia.
Sayangnya kedua jenis model ekonomi ini memiliki kelemahan fundamental.
Model jenis pertama adalah model statistika yang dikenal sebagai metode
ekonometrik. Metode ekonometrik ini adalah metode empiris berbasis data.
Model jenis ini dikalibrasi dengan menggunakan data-data ekonomi dari
masa lalu; karenanya akurasi model jenis ini bergantung pada data yang
dipakai sebagai masukan untuk model tersebut. Model ini mampu memberikan
prediksi yang akurat asalkan segala hal yang berkaitan dengan kondisi
ekonomi tidak banyak berubah; model ekonometrik menjadi tak berguna jika
terjadi perubahan lingkungan yang sangat besar.
Analoginya, menggunakan model empirik berbasis data dari masa lalu
adalah seperti menyetir hanya dengan melihat kaca spion, tanpa melihat
ke depan. Jika jalannya lurus maka kaca spion cukup menjadi panduan,
tetapi jika jalannya berkelok-kelok maka jelas jalan yang terlihat di
kaca spion bukanlah acuan yang baik untuk jalan di depan kita.
Model jenis kedua dinamakan model dynamic stochastic general
equilibrium. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa dunia yang sempurna
dan dapat diuraikan dengan rapih dalam persamaan matematika. Lagi-lagi,
dalam keadaan normal asumsi dunia sempurna ini mungkin tidak terlalu
bermasalah. Tetapi dalam keadaan seperti krisis, segala hal dapat
terjadi kecuali hal yang normal sehingga model jenis kedua inipun
menjadi tidak berfungsi seperti yang diharapkan. Singkatnya, pada saat
kritis, model ekonomi yang biasa dipakai tidak dapat diandalkan.
Karena kelemahan-kelemahan tersebut di atas, krisis besar akan luput
dari para pengguna model-model tersebut. Juga karenanya para pembuat
kebijakan ekonomi cenderung menggunakan intuisi atau analogi krisis masa
lalu untuk membuat kebijakan saat krisis karena model standar tidak
bekerja lagi.
Lalu apakah ada cara lain?
Jawabnya ada. Masalah utama disini adalah bagaimana memprediksi sistem
kompleks seperti ekonomi sebuah negara. Contoh sukses prediksi sistem
kompleks yang sudah dilakukan adalah prediksi cuaca. Mungkin kita semua
merasa kesal karena ramalan cuaca sering meleset untuk tempat dimana
kita tinggal. Meskipun demikian, misalnya di Amerika, ramalan cuaca
mampu memprediksi kapan badai atau angin topan muncul termasuk kemana
badai tersebut akan bergerak secara akurat. Dengan kemampuan prediksi
arah badai ini, setiap tahunnya ribuan jiwa diselamatkan dengan cara
evakuasi atau antisipasi lain.
Prediksi cuaca dilakukan dengan menggabungkan model empiris berdasarkan
data dengan simulasi komputer skala besar. Pemodelan dengan simulasi
komputer inilah yang belum dilakukan untuk prediksi ekonomi secara
makro.
Simulasi komputer untuk sistem sosial dikenal sebagai Model Berbasis
Agen (MBA). Dibanding dengan model tradisional, MBA mampu menganalisis
lebih banyak situasi non-linier yang menimbulkan kompleksitas. Selain
itu, agen-agen dalam simulasi ini dapat dibuat berperilaku seperti
manusia biasa yang dipengaruhi emosi, ketakutan dan perilaku tak
rasional.
Pendekatan MBA memungkinkan para pengambil kebijakan untuk membuat
simulasi ekonomi virtual dimana berbagai skenario kebijakan dapat diuji
coba tanpa memakai asumsi-asumsi yang tak realistis seperti dalam model
ekonomi tradisional. Pemakaian model komputer dapat menjadi solusi
pilihan dibanding dua alternatif lain yang sekarang biasa dipakai yaitu
intuisi subyektif atau pemodelan matematis yang harus mengguakan asumsi
yang jauh dari kenyataan.
Pemodelan komputer skala besar pun dapat dipakai untuk mengatasi krisis
lain seperti pandemik, bencana alam, atau konflik sosial. Sebelum
membuat kebijakan kita dapat mensimulasikan berbagai skenario kebijakan;
misalnya bagaimana cara untuk menyusun rute evakuasi, alokasi vaksin
atau obat anti-virus secara optimal, atau menimbang tempat publik apa
yang harus pertama ditutup ketika terjadi epidemik, apakah sekolah,
kantor-kantor, atau pusat transportasi yang harus ditutup terlebih
dahulu.
Untuk mencapai hal ini, selain diperlukan fasilitas komputasi skala
besar juga memerlukan kerja sama para pakar lintas bidang: ilmu
komputer, fisika, matematika, biologi, ekonomi, sosiologi, hingga
antropologi. Tentunya ini tidak mudah. Tetapi mengingat Indonesia rentan
akan bencana alam, epidemik, dan krisis moneter, setiap usaha untuk
mitigasi krisis patut dicoba termasuk mengembangkan ilmu dan teknologi
simulasi komputer untuk memprediksi dan mengatasi krisis.
Sumber : jakartabeat.net, 7 September 2009Thanks for reading: Memprediksi Sistem Sosial Ekonomi

0 komentar